Monday, July 04, 2005

Catatan Kecil untuk si Kecil

“Aku biasa menghabiskan Rp15 juta dalam satu bulan untuk belanja keperluan pribadi. Habis, segala kebutuhan keluarga telah dipenuhi oleh suami. Aku bekerja keras setiap hari, kalau hasilnya bukan untuk dibelanjakan, lalu untuk apa lagi?”

Begitu kurang lebih penuturan seorang wanita karir di sebuah surat kabar nasional, beberapa waktu lalu. (Maaf kalau salah).

Kata-kata itu melintas kembali saat kusaksikan deretan rumah di sebuah gang di Kampung Krukut, Jawa Barat, akhir Juni 2003. Deretan rumah berpagar anyaman bambu dan mungkin tak berlantai. Lusuh. Jalan masuk gang hanya diisi batu kerikil berserakan tak karuan. Selebihnya tanah memerah, yang mengepulkan debu tinggi-tinggi saat kendaraan lewat. Gersang. Sebuah pemandangan yang sebenarnya kerap kusaksikan beberapa dekade lalu.

Tak ada yang melarang si wanita karir itu menghabiskan uangnya untuk belanja puluhan baju baru atau berlapis kosmetik kelas satu. Bahkan dia mungkin lebih jujur ketimbang para maling yang mengutip uang rakyat diam-diam dan befoya-foya di negeri seberang.

Dia juga mungkin wanita paling dermawan, karenahanya menyebut pengeluaran belanjanya, tanpa menyebutpengeluaran dermanya yang mungkin jauh lebih besar.Bukankah kerap kita dinasihati jika tangan kananmemberi, tangan kiri tidak boleh tahu?

Kalaupun dia tak berderma, Tuhan pun mungkin hanya tersenyum melihatnya. Karena barangkali dalam kosmologi pikirannya tidak ada satu celah pun dimana keprihatinan singgah sebentar saja.Tapi, kenapa kemiskinan di sekeliling kitaseperti tak beranjak? Kita semua seperti berjalansendiri-sendiri, mencari tujuan sendiri.

Awal Juli, aku termenung di depan ballroom HotelMulia. Di sana seorang remaja putri tengah merayakan ulang tahun ke-17. Di luar, nampak mobil-mobil licin membawa teman-teman sebayanya yang wangi dan apik.Teringat juga aku dengan pesta ulang tahun “teman” kita di sebuah hotel yang menghabiskan ratusan jutarupiah itu.

Ah! Tak ada yang salah dengan mereka. Negeri ini tidak peduli apapun yang kau kerjakan dengan berapapun rupiah yang kau habiskan.

Tuhan, maafkan aku.
Reza, selamat ulang tahun. Papa tidak tahu akanjadi apa saat kau besar nanti. Sama sekali tidak tahu.Tapi papa berusaha agar kau jadi orang yang mengerti.

Papa juga bukan orang suci, karena kerap menggenggam yang putih namun sekaligus mendekap eratyang hitam. Tapi papa akan berusaha agar kau jadi orang yang memahami. Selamat ulang tahun, Nak. Semoga Tuhan melindungi dan membimbing kita.

Juli 2003

No comments: